Kamis, 28 Januari 2016

Mercedes-Benz GLC

Mercedes-Benz GLC
Perubahan nomenclature pada Mercedes-Benz menghadirkan satu spesies baru, sebuah SUV berbasis C-Class. Kami mengujinya langsung di tiga negara Eropa.

First Drive Mercedes Benz GLC - Pujangga terkenal asal Inggris William Shakespeare pernah menulis, "What's in a name?" Apalah arti sebuah nama? Lalu ada pula yang menyebutkan, nama adalah kekuatan "jiwa" dari benda itu sendiri. Selain menjadi identitas sepanjang hidup, nama konon menyimpan kekuatan misterius. Di Indonesia,  sebuah ritual dilakukan jika seseorang mengubah atau mengganti namanya agar terhindar dari nasib buruk.
Namun apa yang dilakukan oleh Mercedes-Benz dengan mengganti seluruh nomenclature pada keluarga SUV mereka tak perlu ritual apapun. Hanya saja Mercedes-Benz tentu berharap akan ada kesuksesan dibalik penggantian nama tersebut. Setelah GLA-Class yang berbasis pada A-Class dan GLE-Class yang menggantikan ML-Class, kini yang terbaru adalah GLC-Class, SUV berbasis C-Class yang diharapkan dapat mengikuti kesuksesan sedan terlaris pabrikan Jerman ini. Sebenarnya GLC ini merupakan generasi terbaru dari GLK-Class, namun Mercedes-Benz mengganti namanya dengan GLC selain karena berbasis C-Class juga karena kini akan tersedia model setir kanan.
Memang pada generasi pertama GLK, pabrikan Stuttgart ini hanya menyediakan dengan pilihan setir kiri saja, sehingga mobil ini tak pernah ditemui di jalanan Indonesia. Kini, Mercedes mengakui pertumbuhan tren SUV yang kian tinggi di seluruh dunia membuat mereka tersadar dengan melahirkan GLC dengan setir kanan dan kiri. Autocar Indonesia pun diundang oleh Mercedes-Benz Indonesia (MBI) untuk menguji langsung SUV terbaru pabrikan Stuttgart ini. Saya mengujinya dengan menjelajah tiga kota di tiga negara Eropa yaitu Basel di Swiss, Ettenheim, Jerman hingga Strasbourg, Prancis.

Mercedes-Benz GLC
Paradigma Desain Baru
GLC-Class ini memang mengadopsi platform MRA (Modular Rear Architecture) yang sama dengan C-Class, namun berkat modifikasi yang dilakukan, GLC memiliki jarak sumbu roda lebih panjang 33 mm dari C-Class. Sementara jarak pijaknya juga lebih lebar 31 mm di depan dan 47 mm di belakang. Hal inilah yang membuat kabin GLC ini terasa jauh lebih lega dari saudara dekatnya ini.
Mercedes memang mengakui jika GLC merupakan jawaban untuk BMW X3 dan Audi Q5, sehingga secara dimensi hampir serupa dengan X3 dan Q5. Namun jika dibandingkan dengan pesaing beratnya, GLC ini masih lebih unggul sekitar 1 mm lebih panjang, 9 mm lebih lebar dan 21 mm lebih rendah dibanding X3, yaitu 4.656 x 1.890 x 1.639 mm.
Meskipun secara dimensi GLC ini juga lebih besar dari pendahulunya, Mercedes mengatakan jika GLC ini memiliki bobot yang 80 kg lebih ringan dari GLK. Hal ini didapat dari penggunaan campuran baja berkekuatan tinggi pada struktur bodi dengan alumunium pada sayap depan, bonnet dan atap.
Mercedes mengatakan generasi kedua dari GLK ini memiliki gabungan unsur ketangguhan G-Class dengan aura sporty milik C-Class. Bentuk dan lekuk tubuh dari GLC ini berbeda dari pendahulunya, GLK. Ia tak lagi berbentuk kotak dan kaku seperti GLK dan G-Class. GLC dipahat dengan banyak lekukan yang membuat tubuhnya lebih modern dan indah dipandang. GLC juga didukung tingkat aerodinamika yang baik dengan koefisien hambatan angin yang hanya 0,31 cd.
Tampilan depannya menyiratkan bahasa desain terkini dari Mercedes-Benz. Overhang yang pendek, ringkas dan tinggi dipadukan dengan grille palang ganda mengapit logo bintang Mercedes-Benz. Sekilas memang sama seperti C-Class terbaru, mulai dari bentuk grille, lampu depan termasuk bentuk DRL hingga bentuk bumper dan airdam. Hanya saja, pada GLC bentuk bumpernya bisa menyesuaikan dengan pilihan trim yang Anda pilih. Bergeser ke samping, baru terlihat jelas perbedaannya jika GLC adalah sebuah SUV dengan ground clearance sebesar 181 mm. Selain itu rumah kaca GLC nyaris menyerupai tampilan sebuah coupe. Tampilan belakangnya memiliki karakter SUV yang lebar dan berotot dengan pilihan bumper yang juga bervariasi sama seperti bagian depan.
Berubahnya paradigma desain Mercedes tak hanya untuk tampilan luar saja. GLC baru ini juga mendapat perubahan signifikan di bagian interior. Masuk ke dalam kabinnya, langsung terasa seperti masuk ke dalam kabin C-Class generasi terakhir. Tata letaknya sama persis dengan saudara dekatnya itu. Kunci utama dari desain interior ada pada dashboard dan konsol tengah yang membentuk rangkaian segaris yang mengalir mulai dari ventilasi udara tengah hingga ke armrest. Selain itu, touchpad inovatif khas Mercedes-Benz telah dikembangkan sehingga dapat menginput huruf atau angka dengan gerakan jari, layaknya layar sentuh pada smartphone. Sementara layar penampil media yang terintegrasi dengan touchpad diposisikan di atas konsol tengah.  
Kesan lapang dan lega menyambut saya saat masuk ke dalam kabinnya yang ditunjang dengan adanya panoramic roof. Sebagai sebuah SUV posisi duduk pada GLC lebih tinggi ketimbang saudaranya C-Class. Namun aura mewah dan elegan terpancar dari pemilihan material berkualitas premium, seperti jok berlapis kulit nappa dengan trim kayu serta lubang AC berlabur metallic. Semua ini tersaji demi menyuguhkan kenikmatan berkendara tanpa mengurangi keindahan estetika.


Mercedes-Benz GLC
Tiga Jantung Mekanis
Mercedes-Benz telah menyediakan tiga pilihan mesin untuk dicicipi oleh para jurnalis. Dua mesin diesel 4-silinder dengan kapasitas 2.1 liter turbo dan satu mesin bensin 4-silinder berkapasitas 2.0 liter turbo. GLC 220d memiliki tenaga sebesar 170 hp dengan torsi 400 Nm, kemudian GLC 250d dengan tenaga maksimal 204 hp dan torsi 500 Nm. Terakhir adalah mesin bensin GLC 250 yang sanggup melontarkan tenaga sebesar 211 hp dan torsi 350 Nm.
Semua varian ini ditawarkan dengan penggerak empat roda (AWD) permanen atau 4MATIC. Untuk menggerakkan keempat roda tersebut, pabrikan asal Stuttgart ini menyematkan transmisi otomatis terbaru, 9G-TRONIC. Transmisi 9-speed ini mereka klaim memiliki efisiensi bahan bakar yang amat baik.
Perjalanan menjelajah tiga negara dimulai dari Bandara EuroAirport di Basel, Swiss. Saya memilih untuk mencoba Mercedes-Benz GLC dengan varian bensin terlebih dahulu. Karena menurut pihak Mercedes-Benz Indonesia (MBI) kemungkinan besar yang akan masuk ke Tanah Air adalah GLC 250. Etape pertama berjarak sekitar 111 km menuju perkebunan anggur Winery Weber di kota Ettenheim, Jerman. Mayoritas kondisi rute yang dilalui merupakan jalan bebas hambatan, dengan beberapa bagian melewati jalan raya pedesaan dengan kontur pegunungan yang penuh tikungan serta tanjakan dan turunan.
Mesin 2.0 liter turbo bensin menyala tanpa menimbulkan suara yang berarti, mobil pun melaju tanpa hentakan berkat transmisi 9-speed terbaru yang menyuguhkan perpindahan gear sangat halus. Untuk berakselerasi, GLC 250 4MATIC yang menjadi unit tes saya terasa cukup responsif. Namun saya tak bisa menggunakan gaya mengemudi di jalanan Jakarta, karena di Eropa sangat ketat dengan banyak petunjuk mengenai batas kecepatan maksimum. Jadi di sini saya lebih banyak mengeksplorasi fitur dan teknologi yang dimiliki oleh GLC.
Merasakan menjadi penumpang di GLC juga sungguh menyenangkan. Anda akan mendapatkan perasaan yang nyaman dan tenang layaknya sebuah mobil premium. Dengan ruang kaki dan bahu serta kepala yang lega, menempuh perjalanan jauh pun tidak terasa melelahkan. Atap panoramic-nya mampu membuai penumpang belakang sehingga menimbulkan kesan yang semakin lapang. Bagasi belakang berkapasitas 550 liter yang bisa diperluas menjadi 1.600 liter jika baris kedua dilipat.

Mercedes-Benz GLC
Kecanggihan Teknologi ala Jerman
Perlu diketahui, GLC yang saya coba ini dilengkapi dengan berbagai teknologi canggih yang membantu pengemudi terutama dalam hal keselamatan berkendara. Mulai dari Air Body Control, ini adalah SUV pertama di segmen ini yang mengadopsi teknologi suspensi udara multi-chamber. Dikombinasikan dengan Adaptive Damping System Plus (ADS Plus) GLC menyuguhkan pengendaraan yang stabil dan kelincahan dengan tingkat kenyamanan yang optimal.
Suspensi udara Air Body Control ini menyuguhkan bekerja beriringan dengan mode pengendaraan Dynamic Select khas Mercedes. Sistem suspensi ini mengatur secara otomatis tingkat kekakuan dan fleksibilitas suspensi sesuai dengan mode berkendara yang Anda pilih. Dynamic Select pada GLC ini menawarkan lima mode berkendara, Eco, Comfort, Sport, Sport+ dan Individual. Hal yang sama juga berlaku bagi ADS Plus, di mana komputer akan memilih karakteristik peredaman terbaik secara otomatis sesuai dengan kontur permukaan jalan.
Saya merasakan sendiri saat berkendara dengan mode Comfort dan sedikit melakukan manuver cepat, karakteristik suspensi dan peredam seketika terkoreksi menjadi lebih kaku sehingga mobil tetap terasa stabil. Begitu juga saat menggunakan mode Sport dan mobil menghajar lubang, namun kali ini karakternya berubah terbalik karena suspensi udara dan peredam akan jauh lebih lembut pada ban yang menghajar lubang tersebut. Efeknya guncangan terasa sangat minim dan di dalam kabin tetap terasa nyaman. Menurut Mercedes, sistem ini bekerja dengan respon hanya sekitar 60 milidetik.
Karakter yang cukup membuat saya terkesan adalah mode Sport+, karena GLC ini memberikan sensasi seperti mengendarai mobil sport karena ketinggian mobil secara otomatis menjadi lebih rendah 15 mm dan ditambah dengan putaran mesin yang lebih tinggi sehingga respon akselerasi menjadi lebih menyenangkan. Terbukti saat melintasi Autobahn untuk menuju Strasbourg, Prancis saya sanggup memacu GLC hingga nyaris menyentuh angka 200 kpj di spidometer.     
Masih banyak kecanggihan teknologi yang dimiliki SUV medium ini. Yang paling menarik perhatian saya adalah sistem Distronic Plus. Awalnya saya mengira ini merupakan sistem cruise control yang sama seperti cruise control lain yang sudah berkali-kali saya jajal. Namun Distronic Plus ini jauh lebih canggih, menurut Rainer Tiefenbacher selaku Development GLC ini sama seperti teknologi Autonomous. Karena sistem ini ditambah dengan Steer Control dan Stop&Go Pilot sehingga tak hanya menjaga kecepatan mobil sesuai dengan keinginan pengemudi saja, namun juga bisa mengikuti kecepatan mobil yang ada di depannya bahkan dalam kondisi lalu lintas yang padat (stop-and-go).
Saya mencobanya sendiri saat berada di jalan tol, dan memang mobil ini secara otomatis mengurangi kecepatannya saat radar mendeteksi jarak kendaraan di depan dalam batas minimum, bahkan sampai pada saat mobil di depan dalam kondisi berhenti. Semua ini dilakukan secara otomatis oleh komputer tanpa ada intervensi dari saya selaku pengemudi. Canggih bukan? Aspek keselamatan standarnya juga didukung teknologi Collision Prevention Assist Plus, Crosswind Assist, Headlamp Assist dan Attention Assist. Lingkar kemudi GLC pun akan bergetar jika Anda berpindah jalur tanpa memberikan signal.

Mercedes-Benz GLC
Kemampuan Offroad
Puas menguji GLC 250 4MATIC ini pada jalanan mulus dan berliku, saatnya saya menguji kapabilitas off-road dari GLC di trek yang telah dipersiapkan di kawasan perkebunan anggur Winery Weber, Jerman, sepanjang 30 km. Meski mayoritas pembeli GLC saya rasa tak akan membawa SUV ini jauh ke dalam hutan atau ke daerah tanpa jalan aspal, namun Mercedes-Benz tetap menyediakan opsi Off-Road Engineering bagi para pemilik GLC. Untuk itu, Mercedes telah menyulap kawasan perkebunan anggur ini menjadi trek offroad dengan tingkat kesulitan yang cukup menantang dan membuat jantung saya berdetak lebih kencang.
Saya pun masuk ke dalam GLC 250 4MATIC yang telah dilengkapi dengan Offroad Engineering Package ditemani oleh satu orang instruktur dari Mercedes. Mode 'offroad' dipilih sehingga ketinggian mobil naik 50 mm dari standarnya. Oh ya, dalam paket offroad ini terdapat lima mode pengendaraan terpisah dari Dynamic Select, yaitu Slippery, Trailer, Off-road, Incline dan Rocking Assist. Selain itu juga mobil ini mendapat tambahan protektor di bagian bawah untuk melindungi dari medan berbatu. Serta Downhill Speed Regulation (DSR) yang mengatur kecepatan mobil saat turunan tajam, mirip fitur Hill Descent Control.
Tantangan pertama adalah tanjakan tajam di mana saat menanjak yang bisa terlihat hanyalah warna biru dari langit. Di sinilah fungsi kamera 360° yang menampilkan posisi mobil dari segala arah (bird-eye), sang instruktur hanya memberikan arahan untuk melihat kamera tersebut karena ternyata setelah tiba di puncak jalanan harus berbelok patah ke kanan. Dan dengan bantuan kamera ini rintangan tersebut dapat teratasi dengan mudah. Mercedes tidak memberikan low-gear pada paket offroad GLC ini sehingga untuk mendaki Anda harus terus menekan pedal gas secara agresif.
Tantangan berikutnya adalah turunan tajam tanpa menginjak pedal rem, percayakan saja pada DSR dan saya pun meluncur ke bawah dengan aman. Kemudian menuju ke rintangan berikutnya yang menunjukkan kemampuan offorad GLC tidak bisa dipandang sebelah mata. Di sini beberapa kali GLC dipaksa untuk berpijak dengan tiga roda bahkan hanya dua roda, untuk menunjukkan sistem 4ETS (electronic traction system) bekerja dengan baik.
Jika pedal rem dilepas dalam kondisi satu atau dua roda tidak mendapat traksi maka roda tersebut akan terus berputar, namun jika pedal gas diinjak maka roda akan berhenti dan torsi dari roda tersebut akan dialihkan secara otomatis kepada roda lain yang mendapat traksi. Hal ini menunjukkan jika GLC dapat lolos dari lubang berukuran masif tanpa kesulitan berarti. Mungkin di sini lebih baik saya biarkan gambar yang berbicara. Jelas dengan sudut approach dan departure mencapai 30,8° dan 24,8° ditambah dengan sudut breakover 19,7° dan sudut kemiringan hingga 35°, GLC ini masih sanggup untuk melawan Land Rover Discovery terbaru di medan tak ramah.
Saya tidak menyangka jika GLC akan menyuguhkan pengalaman sebaik ini, karena memang generasi GLK sebelumnya tak pernah ada di Indonesia. Namun semua ini saya rasakan dengan spesifikasi tertinggi dari GLC yang akan dipasarkan untuk Eropa. Bagaimana dengan GLC yang akan masuk ke Tanah Air? Sepertinya jika Mercedes tetap mempertahankan segala fitur dan teknologi yang sama dengan GLC yang saya tes ini maka konsekuensinya akan menjadi tanggungan konsumen dengan harga yang tak murah. Pihak MBI sendiri belum mau membocorkan spesifikasi GLC untuk Indonesia.
Kesuksesan Mercedes-Benz dengan penggantian nama dari seluruh line-up SUV mereka tampaknya akan berbuah manis, dimulai dari GLC yang sepertinya akan bisa mengikuti kesuksesan dari saudaranya C-Class. Mungkin tak semua pemilik GLC ini akan menguji mobil mereka dengan cara yang sama seperti ini, namun mengetahui kemampuan sesungguhnya dari GLC ini menghasilkan sebuah simbiosis yang sempurna, sesuai dengan karakteristik dari ketiga negara yang saya jelajahi. Mercedes-Benz GLC memiliki karakter efisien layaknya negara Swiss, sarat dengan teknologi canggih khas Jerman dan membuat Anda menikmati hidup dengan sukacita ala masyarakat Prancis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar